1.
Kekuasaan
A.
Definisi
Kekuasaan
Kekuasaan (power)
Pemimpin
hanya dapat melakukan fungsi kepemimpinannya apabila memiliki suatu daya
tertentu, yaitu power. Dalam hal ini power berarti daya, atau dalam teori kepemimpinan
power adalah sebagai berikut “kekuasaan”.
Pengertian
kekuasaan menurut para ahli yang mendefinisikan pengertian kekuasaan (power)
antara lain sebagai berikut :
1) R.
Beirstedt: power as the ability to employ force
(Daya merupakan
kemampuan untuk menggunakan kekuatan)
2) M.f
Rogers : power as the potential for influence
(Daya merupakan
kesanggupan untuk mempengaruhi)
3) Amitai
Etzioni : power is ability to induct or influence behavior
(Daya adalah kemampuan
untuk membujuk atau mempengaruhi perilaku)
Berdasarkan
pendapat para ahli diatas, dikemukakan pengertian kekuasaan (power) sebagai
berikut :
1) Kekuasaan
adalah kapasitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain kearah pencapaian
tujuan.
2) Kekuasaan
adalah otoritas atau kekuatan untuk mempengaruhi perilaku individu atau
kelompok dan sumber daya untuk mencapai tujuan.
B.
Jelaskan
sumber-sumber kekuasaan menurut French & Raven
Teori yang dikemukakan
oleh French dan Raven menyatakan bahwa
kepemimpinan bersumber pada kekuasaan dalam kelompok atau organisasi.
Adapun sumber kekuasaan yang terdiri dari tiga macam, yaitu kedudukan,
kepribadian, dan politik.
1. Kekuasaan
yang bersumber pada kedudukan
Kekuasaan yang
bersumber pada kedudukan terbagi lagi ke dalam beberapa jenis, yaitu :
a. Kekuasaan
formal atau legal
Termasuk alam jenis ini
adalah komandan tentara, kepala dinas, presiden atau perdana menteri, dan
sebagainya mendapa kekuasaan karena ditunjuk atau diperkuat dengan peraturan
atau perundangan yang resmi.
b. Kendali
atas sumber dan ganjaran
Majikan yang menggaji
karyawannya, pemilik sawah yang mengupah buruhnya, kepala suku atau kantor yang
dapat memberikan ganjaran kepada anggota atau bawahan, memimpin berdasarkan
kekuasaan jenis ini.
c. Kendali
atas hukuman
Ganjaran biasanya
terkait hukuman. Kepemimpinan yang sumbernya hanya kendali atas hukuman
merupakan kepemimpinan didasarkan rasa takut. Contoh, preman-preman yang
memungut pajak dari pemilik-pemilik toko.
d. Kendali
atas informasi
Orang yang menguasai
informasi dapat menjadi pemimpin. Contohnya, ulama menjadi pemimpin dalam
agama, ilmuwan menjadi pemimpin dalam ilmu pengetahuan.
e. Kendali
ekologik
Sumber kekuasaan ini
dinamakan juga perekayasaan situasi. Contohnya kendali atas penempatan jabatan,
seorang atasan kepala bagian personalia mempunyai kekuasaan atas bawahannya dengan
menentukan posisi anggota-anggotanya.
2. Kekuasaan
yang bersumber pada kepribadian
Kepemimipinan yang
bersumber pada kekuasaan karena kepribadian berawal dari sifat-sifat pribadi,
yaitu :
a. Keahlian
atau keterampilan
Misalnya, dalam sholat
berjamaah dalam agama islam yang dijadikan pemimpin sholat atau imam adalah
yang paling fasih membaca ayat Al-Quran
b. Persahabatan
dan Kesetiaan
Sifat dalam bergaul,
setia kawan atau setia pada kelompok merupakan sumber kekuasaan sehingga
seseorang dianggap sebagai pemimpin.
c. Karisma
Ciri kepribadian yang
menyebabkan timbulnya kewibawaan pribadi dari pemimpin merupakan salah satu
sumber kekuasaan dalam proses kepemimpinan.
3. Kekuasaan
yang bersumber pada politik
Kekuasaan yang
bersumber pada politik yang terdiri dari :
a. Kendali
atau proses pembuatan keputusan
Contoh hakim memimpin siding
keadilan karena ia mempunyai kendali atas jalannya sidang dan keputasan atau
vonis yang akan dijatuhkan.
b. Koalisi
Kepemimpinan atas dasar
sumber kekuasaan politik ditentukan atas hak atau wewenang untuk membuat
kerjasama dengan kelompok lain.
c. Partisipasi
Pemimpin mengatur
partisipasi dan dalam bentuk apa anggotanya berpartisipasi.
d. Institusionalisasi
Contohnya pemimpin
agama menikahi pasangan suami istri menentukan terbentuknya keluarga baru dan
notaris atau hakim menetapkan berdirinya yayasan atau perusahaan baru.
2.
Leadership
A.
Definisi
Leadership
Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang
yaitu pemimpin untuk mempengaruhi orang lain yaitu yang di pimpin atau
pengikut-pengikutnya sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana
dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Menurut Hemhiel and Coons (dalam FIP-UPI,
2007) kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas
suatu kelompok ke suatu tujuan yang akan di capai bersama (shared goal).
B.
Jelaskan
teori-teori kepemimpinan Partisipatif, terdiri dari :
1.
Teori
x dan teori y dari Douglas Mc. Gregor
Pada tahun 1960, Douglas MC Gregor mengidentifikasikan dua
sudut pandang tentang manajemen, yang dianut dalam tingkatan manajemen. Dua
sudut pandang itu, disebut dengan Teori X dan juga Teori Y. Orang dari
tipe X adalah orang yang malas, yang harus dipaksa untuk bekerja, yang tidak
mau dibebani tanggung jawab. Sebaliknya orang dengan tipe Y adalah orang yang
suka bekerja dan senang mendapat tanggung jawab. Orang tipe Y adalah orang yang
memiliki motivasi kerja proaktif, sedangkan orang dari tipe X adalah orang yang
memiliki motivasi kerja yang reaktif.
2.
Teori
sistem 4 dari Rensis Likert
Teori Empat Sistem (bahasa Inggris : Four
Systems Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar
manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
Rensis
Linkert dari
Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin
model) yang menggambarkan struktur organisasi. Bila seseorang
memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi
akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
a. Sistem pertama
Sistem
yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan
tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan
terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan
pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman
dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas
kebawah.
b. Sistem Kedua
Sistem
yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan
karyawan.
c. Sistem Ketiga
Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari
karyawan.
d. Sistem Keempat
Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam
membuat keputusan.
3.
Theory of Leadership Pattern Choice dari
Tannebaum & Schmidt.
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum
dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994)
berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara,
yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku
otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut
dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif,
dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Perilaku
demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang
yang berawal dari bawahan.
Menurut teori continuum ada tujuh tingkatan hubungan
pemimpin dengan bawahan:
a.
Pemimpin
membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
b.
Pemimpin
menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
c.
Pemimpin
menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
d.
Pemimpin
memberikan keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
e.
Pemimpin
memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
f.
Pemimpin
menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
g.
Pemimpin
mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).
Jadi, berdasarkan
teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar:
1) Berorientasi kepada pemimpin.
2) Berorientasi kepada bawahan.
C.
Menjelaskan
teori Kepemimpinan dari konsep modern chace Approach to Participation yang
memuat konsep Decision Tree For Leadership dari tokoh Vroom & Yetton
Konsep
Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
Normative Theory
dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
a. AI (Autocratic)
Pemimpin
memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan
informasi yang ada.
b. AII (Autocratic)
Pemimpin
memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat
keputusan unilateral.
c. CI (Consultative)
Pemimpin
membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat
keputusan secara unilateral.
d. CII (Consultative)
Pemimpin
membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun
setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
e. GII (Group Decision)
Pemimpin
membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat;
Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Normative Theory: Rules Designed To Protect
Decision Quality(Vroom & Yetton, 1973).
a.
Leader
Information Rule:
Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli
untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
b.
Goal
Congruence Rule:
Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan
yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
c.
Unstructured
Problem Rule:
Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli
dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
d.
Acceptance Rule: Jika persetujuan dari
bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
e.
Conflict
Rule: Jika persetujuan dari bawahan
adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di
luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
f.
Fairness
Rule: Jika kualitas keputusan tidak
penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling
partisipatif.
g.
Acceptance
Priority Rule:
Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan
autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi,
gunakan gaya yang paling partisipatif.
D.
Menjelaskan
teori Kepemimpinan dari konsep :
Contingency
Theory Of Leadership dari Fiedler
Menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat
daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya
interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Model
Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) .
Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the
motivasional system of the leader and the degree to which the leader has
control and influence in a particular situation, the situational favorableness
(Fiedler, 1974:73). Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus
mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri
dari 16 butir skala bipolar. Skor
yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin
antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least
Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin
melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan.
Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke
hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan
derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat
bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas
(task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
1.
Pemimpin dengan skor LPC rendah
(pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik
dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak
menguntungkan pemimpin.
2.
Pemimpin dengan skor LPC tinggi (
pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik
dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a)
Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan
(Position power)
b)
Struktur tugas (task structure)
c)
Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya
(Leader-member relations)
E.
Menjelaskan
teori kepemimpinan dari konsep path goal theory
Menurut
model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan
terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap
sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi
dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Dasar
dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal
menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan
imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan
(contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan
awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang
pemimpin meliputi:
1. Direktif
mengarahkan
tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya, menjadwalkan pekerjaan,
mempertahankan standar kinerja, dan memperjelas peranan pemimpin dalam
kelompok.
2. Suportif
melakukan
berbagai usaha agar pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, memperlakukan pengikut
dengan adil, bersahabat, dan mudah bergaul serta memperhatikan kesejahteraan
bawahannya.
3. Partisipatif
melibatkan
bawahan, meminta saran bawahan dan menggunakannya dalam proses pengambilan
keputusan.
4. Berorientasi
pencapaian
menentukan
tujuan-tujuan yang menantang, mengharap kinerja yang tinggi, menekankan
pentingnya kinerja yang berkelanjutan, optimistik dan memenuhi standar-standar
yang tinggi.
tiga
sikap bawahan meliputi :
a) kepuasan
kerja,
b) penerimaan
terhadap pimpinan
c) harapan
mengenai hubungan antara usaha, kinerja, dan imbalan.
Model
kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin
terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan
jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi
eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang
berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.
Sumber :
Soekarno, & Putong I.(2015). Kepemimpinan Kajian Teori dan Praktis.
Sarwono, S, W.(2005). PsikoloSosial:
Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan.
Jakarta: Balai Pustaka.
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi.
Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
Hand Book FIP-UPI. 2007.
Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung
: Imperial Bhakti Utama