Sunday, December 13, 2015

Tugas Softskill Motivasi dan Job Enrichment

Tugas Ke 3
Psikologi Manajemen

       A.    MOTIVASI
1.      Pengertian Motivasi
            Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Motivasi menurut para ahli :
a)         motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya melakukan tindakan (GR. Terry, yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan (2005 : 145).
b)         Motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan pada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu  ( Liang Gie, yang dikutip oleh Sadali Samsudin ( 2006 :281 ).
c)         Motivasi: keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis (Siagian, yang dikutip oleh Sedarmayanti ( 2001  : 66  ).
           Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan sedemikian pentingnya motivasi, banyak ahli filsafat, sosiolog, psikolog maupun ahli manajemen melakukan penelitian.
           Dari pengertian di atas bahwa motivasi kerja merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk melakukan tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.
2.      Teori Drive-Reinforcement dan implikasi praktisnya
           Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi..
Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
a)      Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b)      Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang.
Teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
Suatu keadaan yang mendorong perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong pencapaian tujuan yang memadai pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai. Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orang tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Biasanya di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalkan seorang kuli panggul di pasar tradisional, jika ia dapat mengangkut/mengirim 5 ton buah pada tiap 5 karung maka akan diberikan 2 kg buah segar oleh pemilik toko buah tersebut, Drive-Reinforcement nya berbentuk reward berupa materi yang diberikan pemilik toko kepada pekerjanya (kuli panggul).
3.      Teori Harapan dan implikasi praktisnya
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom) Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas. Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu:
a)      Harapan (expentancy)
Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku. Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian.
b)      Nilai (Valence)
Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu.
c)      Pertautan (Inatrumentality)
Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.
Teori ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.. Salah satu teori harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan oleh George Poulus, Mathoney dan Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal Theory. Mereka mengemukakan bahwa para pekerja akan cenderung menjadi produktif apabila mereka memandang produktivitas yang tinggi itu sebagai satu cara atau lebih pada tujuan pribadi.
Sebaliknya, kinerja yang rendah hanyalah satu jalan menuju tujuan pribadi. Misalnya produktivitas yang tinggi akan lebihcepat atau mudah untuk terpenuhinya tujuan pribadi daripada pekerja yang hasilnya terbatas atau lebih rendah. Dengan menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan (path-goal)” ini, Vroom (1976) menyarankan suatu teori motivasi kerjayang dikenal dengan singkatan VIE – Valensi/kemampuan (valence), sarana (Instrumentality), dan harapan (Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas yaitu mengenai Teori Harapan (Expectancy Theory). Nadler & Lawler menyatakan bahwa terlepas dari teori VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli lainnya, namun ternyata teori VIE menerima terlalu banyak dukungan empiis karena nilainya yang positif bagi organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan beberapa implikasi yang jelas dan positif bagi manajer.
4.      Teori tujuan dan implikasi praktisnya
Locke mengusulkan model kognitif yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan hubungan antara niat/intentions dengan perilaku.Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada perilaku kerja.
Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a)      Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
b)      Tujuan adalah yang mengatur upaya

c)      Tujuan adalah meningkatkan persistensi
d)     Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan
5.      Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow (1970) telah menyusun kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang akan dicapai sebagai berikut:
a)      Kebutuhan Fisiologi
Merupakan kebutuhan tingkat pertama yang paling rendah dan harus dipenuhi dan dipuaskan sebelum mencapai kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.Kebutuhan ini terdiri dari makan,minum,pernapasan dan lain-lain yang bersifat biologis.
b)      Kebutuhan Keamanan
Yang termasuk kebutuhan keamannan adalah kestabilan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut dan ancaman.
c)      Kebutuhan Sosial
Yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, pada saat ini individu akan sangat merasa kesepian dan terisolasi dari pergaulan.
d)     Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan harga diri dapat dibagi menjadi dua katagori.Pertama adalah kebutuhan terhadap kekuasaan, berpretasi, pemenuhan diri, kekuatan, dan kemampuan untuk memberi keyakinan serta kebebasan.Kedua adalah kebutuhan akan nama baik, status, keberhasilan, pengakuan, perhatian, penghargaan.
e)      Kebutuhan Aktualisasi Diri
Masing-masing orang ingin mewujudkan diri sebagai seorang yang mempunyai kemampuan yang unik.Kebutuhan ini hanya ada setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara memuaskan.Pada dasarnya bertujuan untuk membuat seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai suatu wujud nyata yaitu dalam bentuk usaha aktualisasi diri.


6.      Kebutuhan yang Relevan dengan perilaku dalam organisasi
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya. Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
a.       Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik,
bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar
b.      Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
c.       Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.
d.      Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.
e.       Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu.

          B.     JOB ENRICHMENT
1.      Pengertian Job Enrichment
Job enrichment merupakan desain pekerjaan yang melibatkan sejumlah variasi isi pekerjaan, tingkat pengetahuan dan keahlian yang lebih tinggi, tanggung jawab dan otonomi yang lebih besar untuk merencanakan, mengarahkan, dan mengontrol pekerjaan. Pekerjaan yang telah mengalami job enrichment menyediakan kesempatan bagi pekerjanya untuk mengembangkan diri dan merasa bermakna (Monczka & Reif, 1986).
Selain itu, job enrichment juga membuat pekerja memiliki loyalitas terhadap organisasi (Niehoff, Moorman, Blakely, & Fuller, 2001). Contoh : Seorang mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di suatu universitas ia juga dapat membantu anak-anak  dibawah jenjang pendidikannya untuk mengajar anak –anak tersebut dengan cara membuka tempat les atau tempat untuk belajar.
2.      Langkah- Langkah Re-Design pekerjaan untuk Job Enrichment :
a.       Menggabungkan beberapa pekerjaan menjadi satu.
1)   Menjadi lebih besar
2)   Lebih bervariasi
3)   Kecakapan lebih luas
b.      Memberikan modul kerja untuk setiap pekerja.
c.       Memberikan kesempatan pada setiap pekerja untuk dapat bertanggung jawab.
Kesempatan mengatur prosedur kerja sendiri
d.      Memberikan kesempatan pekerja menghubungi kliennya sendiri secara langsung.
Orang – orang yang berhubungan dengan pelaksanaan kerjanya.
e.       Menciptakan sarana – sarana umpan balik.
Pekerja dapat memonitor koreksi diri.
3.      Pertimbangan-Pertimbangan dalam Job Enrichment :
a.       Jika pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi secara intrinsik pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan meningkat.
b.      Absensi – absensi dan perpindahan kerja akan berkurang.
c.       Dimensi inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja ( Hackman dan Oldham ), yaitu:
1)                   Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
2)      Jati diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
3)      Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan).
4)      Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
5)      Umpan balik (feed back)
Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagianbagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barangbarang yang dijual, pelayanan, dll. Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.




DAFTAR PUSTAKA
Meiyanto, S., & Sungkit, F, N. (2015). Pengaruh Job Enrichment terhadap Employee Enggagement melalui Psychologycal Meaningfulness sebagai mediator. Gadjah Mada Journal of Psychology. Vol 1. (01). 61-73.
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Siagian, P & Sondang.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-teori-motivasi/

http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy

Friday, November 6, 2015

Tugas Softskill ke 2 Kekuasaan dan Leadership

        1.      Kekuasaan
A.    Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (power)
Pemimpin hanya dapat melakukan fungsi kepemimpinannya apabila memiliki suatu daya tertentu, yaitu power. Dalam hal ini power berarti daya, atau dalam teori kepemimpinan power adalah sebagai berikut “kekuasaan”.
Pengertian kekuasaan menurut para ahli yang mendefinisikan pengertian kekuasaan (power) antara lain sebagai berikut :
1)      R. Beirstedt: power as the ability to employ force
(Daya merupakan kemampuan untuk menggunakan kekuatan)
2)      M.f Rogers : power as the potential for influence
(Daya merupakan kesanggupan untuk mempengaruhi)
3)      Amitai Etzioni : power is ability to induct or influence behavior
(Daya adalah kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi perilaku)
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dikemukakan pengertian kekuasaan (power) sebagai berikut :
1)      Kekuasaan adalah kapasitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain kearah pencapaian tujuan.
2)      Kekuasaan adalah otoritas atau kekuatan untuk mempengaruhi perilaku individu atau kelompok dan sumber daya untuk mencapai tujuan.

B.     Jelaskan sumber-sumber kekuasaan menurut French & Raven
Teori yang dikemukakan oleh French dan Raven menyatakan bahwa  kepemimpinan bersumber pada kekuasaan dalam kelompok atau organisasi. Adapun sumber kekuasaan yang terdiri dari tiga macam, yaitu kedudukan, kepribadian, dan politik.


1.      Kekuasaan yang bersumber pada kedudukan
Kekuasaan yang bersumber pada kedudukan terbagi lagi ke dalam beberapa jenis, yaitu :
a.       Kekuasaan formal atau legal
Termasuk alam jenis ini adalah komandan tentara, kepala dinas, presiden atau perdana menteri, dan sebagainya mendapa kekuasaan karena ditunjuk atau diperkuat dengan peraturan atau perundangan yang resmi.
b.      Kendali atas sumber dan ganjaran
Majikan yang menggaji karyawannya, pemilik sawah yang mengupah buruhnya, kepala suku atau kantor yang dapat memberikan ganjaran kepada anggota atau bawahan, memimpin berdasarkan kekuasaan jenis ini.
c.       Kendali atas hukuman
Ganjaran biasanya terkait hukuman. Kepemimpinan yang sumbernya hanya kendali atas hukuman merupakan kepemimpinan didasarkan rasa takut. Contoh, preman-preman yang memungut pajak dari pemilik-pemilik toko.
d.      Kendali atas informasi
Orang yang menguasai informasi dapat menjadi pemimpin. Contohnya, ulama menjadi pemimpin dalam agama, ilmuwan menjadi pemimpin dalam ilmu pengetahuan.
e.       Kendali ekologik
Sumber kekuasaan ini dinamakan juga perekayasaan situasi. Contohnya kendali atas penempatan jabatan, seorang atasan kepala bagian personalia mempunyai kekuasaan atas bawahannya dengan menentukan posisi anggota-anggotanya.
2.      Kekuasaan yang bersumber pada kepribadian
Kepemimipinan yang bersumber pada kekuasaan karena kepribadian berawal dari sifat-sifat pribadi, yaitu :

a.       Keahlian atau keterampilan
Misalnya, dalam sholat berjamaah dalam agama islam yang dijadikan pemimpin sholat atau imam adalah yang paling fasih membaca ayat Al-Quran
b.      Persahabatan dan Kesetiaan
Sifat dalam bergaul, setia kawan atau setia pada kelompok merupakan sumber kekuasaan sehingga seseorang dianggap sebagai pemimpin.
c.       Karisma
Ciri kepribadian yang menyebabkan timbulnya kewibawaan pribadi dari pemimpin merupakan salah satu sumber kekuasaan dalam proses kepemimpinan.
3.      Kekuasaan yang bersumber pada politik
Kekuasaan yang bersumber pada politik yang terdiri dari :
a.       Kendali atau proses pembuatan keputusan
Contoh hakim memimpin siding keadilan karena ia mempunyai kendali atas jalannya sidang dan keputasan atau vonis yang akan dijatuhkan.
b.      Koalisi
Kepemimpinan atas dasar sumber kekuasaan politik ditentukan atas hak atau wewenang untuk membuat kerjasama dengan kelompok lain.
c.       Partisipasi
Pemimpin mengatur partisipasi dan dalam bentuk apa anggotanya berpartisipasi.
d.      Institusionalisasi
Contohnya pemimpin agama menikahi pasangan suami istri menentukan terbentuknya keluarga baru dan notaris atau hakim menetapkan berdirinya yayasan atau perusahaan baru.  


           2.      Leadership
A.    Definisi Leadership
Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang yaitu pemimpin  untuk mempengaruhi orang lain yaitu yang di pimpin atau pengikut-pengikutnya sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Menurut Hemhiel and Coons (dalam FIP-UPI, 2007) kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang akan di capai bersama (shared goal).

B.     Jelaskan teori-teori kepemimpinan Partisipatif, terdiri dari :
1.      Teori x dan teori y dari Douglas Mc. Gregor
Pada tahun 1960, Douglas MC Gregor mengidentifikasikan dua sudut pandang tentang manajemen, yang dianut dalam tingkatan manajemen. Dua sudut pandang itu, disebut dengan Teori X dan juga Teori Y. Orang dari tipe X adalah orang yang malas, yang harus dipaksa untuk bekerja, yang tidak mau dibebani tanggung jawab. Sebaliknya orang dengan tipe Y adalah orang yang suka bekerja dan senang mendapat tanggung jawab. Orang tipe Y adalah orang yang memiliki motivasi kerja proaktif, sedangkan orang dari tipe X adalah orang yang memiliki motivasi kerja yang reaktif.

2.      Teori sistem 4 dari Rensis Likert
Teori Empat Sistem (bahasa Inggris : Four Systems Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
Rensis Linkert dari Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
a.       Sistem pertama
Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
b.      Sistem Kedua
Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan.
c.       Sistem Ketiga
Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan.
d.      Sistem Keempat
Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan.

3.      Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannebaum & Schmidt.
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.
Menurut teori continuum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
a.            Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
b.            Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
c.             Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
d.            Pemimpin memberikan keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
e.             Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
f.             Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
g.            Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).
 Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik  tolak dari dua pandangan dasar:
1)      Berorientasi kepada pemimpin.
2)      Berorientasi kepada bawahan.

C.    Menjelaskan teori Kepemimpinan dari konsep modern chace Approach to Participation yang memuat konsep Decision Tree For Leadership dari tokoh Vroom & Yetton
Konsep Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
a.       AI (Autocratic)
Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.
b.      AII (Autocratic)
Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral.
c.       CI (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
d.      CII (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
e.       GII (Group Decision)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality(Vroom & Yetton, 1973).
a.          Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
b.         Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
c.          Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
d.          Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
e.          Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
f.          Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
g.         Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.

D.    Menjelaskan teori Kepemimpinan dari konsep :
Contingency Theory Of Leadership dari Fiedler
Menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) . Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73). Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
                                                            1.      Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
                                                            2.      Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a)      Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
b)      Struktur tugas (task structure)
c)      Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)

E.     Menjelaskan teori kepemimpinan dari konsep path goal theory
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang pemimpin meliputi:
1.      Direktif
mengarahkan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya, menjadwalkan pekerjaan, mempertahankan standar kinerja, dan memperjelas peranan pemimpin dalam kelompok.
2.      Suportif
melakukan berbagai usaha agar pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, memperlakukan pengikut dengan adil, bersahabat, dan mudah bergaul serta memperhatikan kesejahteraan bawahannya.
3.      Partisipatif
melibatkan bawahan, meminta saran bawahan dan menggunakannya dalam proses pengambilan keputusan.
4.      Berorientasi pencapaian
menentukan tujuan-tujuan yang menantang, mengharap kinerja yang tinggi, menekankan pentingnya kinerja yang berkelanjutan, optimistik dan memenuhi standar-standar yang tinggi.
tiga sikap bawahan meliputi :
a)      kepuasan kerja,
b)      penerimaan terhadap pimpinan
c)      harapan mengenai hubungan antara usaha, kinerja, dan imbalan.
Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.



Sumber :
Soekarno, & Putong I.(2015). Kepemimpinan Kajian Teori dan Praktis.
Sarwono, S, W.(2005). PsikoloSosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
Hand Book FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung : Imperial Bhakti Utama



Welcome

Sunday, December 13, 2015

Tugas Softskill Motivasi dan Job Enrichment

Posted by Unknown at 6:11 AM 0 comments
Tugas Ke 3
Psikologi Manajemen

       A.    MOTIVASI
1.      Pengertian Motivasi
            Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Motivasi menurut para ahli :
a)         motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya melakukan tindakan (GR. Terry, yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan (2005 : 145).
b)         Motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan pada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu  ( Liang Gie, yang dikutip oleh Sadali Samsudin ( 2006 :281 ).
c)         Motivasi: keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis (Siagian, yang dikutip oleh Sedarmayanti ( 2001  : 66  ).
           Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan sedemikian pentingnya motivasi, banyak ahli filsafat, sosiolog, psikolog maupun ahli manajemen melakukan penelitian.
           Dari pengertian di atas bahwa motivasi kerja merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk melakukan tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.
2.      Teori Drive-Reinforcement dan implikasi praktisnya
           Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi..
Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
a)      Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b)      Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang.
Teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
Suatu keadaan yang mendorong perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong pencapaian tujuan yang memadai pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai. Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orang tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Biasanya di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalkan seorang kuli panggul di pasar tradisional, jika ia dapat mengangkut/mengirim 5 ton buah pada tiap 5 karung maka akan diberikan 2 kg buah segar oleh pemilik toko buah tersebut, Drive-Reinforcement nya berbentuk reward berupa materi yang diberikan pemilik toko kepada pekerjanya (kuli panggul).
3.      Teori Harapan dan implikasi praktisnya
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom) Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas. Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu:
a)      Harapan (expentancy)
Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku. Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian.
b)      Nilai (Valence)
Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu.
c)      Pertautan (Inatrumentality)
Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.
Teori ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.. Salah satu teori harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan oleh George Poulus, Mathoney dan Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal Theory. Mereka mengemukakan bahwa para pekerja akan cenderung menjadi produktif apabila mereka memandang produktivitas yang tinggi itu sebagai satu cara atau lebih pada tujuan pribadi.
Sebaliknya, kinerja yang rendah hanyalah satu jalan menuju tujuan pribadi. Misalnya produktivitas yang tinggi akan lebihcepat atau mudah untuk terpenuhinya tujuan pribadi daripada pekerja yang hasilnya terbatas atau lebih rendah. Dengan menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan (path-goal)” ini, Vroom (1976) menyarankan suatu teori motivasi kerjayang dikenal dengan singkatan VIE – Valensi/kemampuan (valence), sarana (Instrumentality), dan harapan (Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas yaitu mengenai Teori Harapan (Expectancy Theory). Nadler & Lawler menyatakan bahwa terlepas dari teori VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli lainnya, namun ternyata teori VIE menerima terlalu banyak dukungan empiis karena nilainya yang positif bagi organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan beberapa implikasi yang jelas dan positif bagi manajer.
4.      Teori tujuan dan implikasi praktisnya
Locke mengusulkan model kognitif yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan hubungan antara niat/intentions dengan perilaku.Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada perilaku kerja.
Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a)      Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
b)      Tujuan adalah yang mengatur upaya

c)      Tujuan adalah meningkatkan persistensi
d)     Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan
5.      Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow (1970) telah menyusun kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang akan dicapai sebagai berikut:
a)      Kebutuhan Fisiologi
Merupakan kebutuhan tingkat pertama yang paling rendah dan harus dipenuhi dan dipuaskan sebelum mencapai kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.Kebutuhan ini terdiri dari makan,minum,pernapasan dan lain-lain yang bersifat biologis.
b)      Kebutuhan Keamanan
Yang termasuk kebutuhan keamannan adalah kestabilan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut dan ancaman.
c)      Kebutuhan Sosial
Yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, pada saat ini individu akan sangat merasa kesepian dan terisolasi dari pergaulan.
d)     Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan harga diri dapat dibagi menjadi dua katagori.Pertama adalah kebutuhan terhadap kekuasaan, berpretasi, pemenuhan diri, kekuatan, dan kemampuan untuk memberi keyakinan serta kebebasan.Kedua adalah kebutuhan akan nama baik, status, keberhasilan, pengakuan, perhatian, penghargaan.
e)      Kebutuhan Aktualisasi Diri
Masing-masing orang ingin mewujudkan diri sebagai seorang yang mempunyai kemampuan yang unik.Kebutuhan ini hanya ada setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara memuaskan.Pada dasarnya bertujuan untuk membuat seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai suatu wujud nyata yaitu dalam bentuk usaha aktualisasi diri.


6.      Kebutuhan yang Relevan dengan perilaku dalam organisasi
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya. Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
a.       Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik,
bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar
b.      Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
c.       Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.
d.      Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.
e.       Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu.

          B.     JOB ENRICHMENT
1.      Pengertian Job Enrichment
Job enrichment merupakan desain pekerjaan yang melibatkan sejumlah variasi isi pekerjaan, tingkat pengetahuan dan keahlian yang lebih tinggi, tanggung jawab dan otonomi yang lebih besar untuk merencanakan, mengarahkan, dan mengontrol pekerjaan. Pekerjaan yang telah mengalami job enrichment menyediakan kesempatan bagi pekerjanya untuk mengembangkan diri dan merasa bermakna (Monczka & Reif, 1986).
Selain itu, job enrichment juga membuat pekerja memiliki loyalitas terhadap organisasi (Niehoff, Moorman, Blakely, & Fuller, 2001). Contoh : Seorang mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di suatu universitas ia juga dapat membantu anak-anak  dibawah jenjang pendidikannya untuk mengajar anak –anak tersebut dengan cara membuka tempat les atau tempat untuk belajar.
2.      Langkah- Langkah Re-Design pekerjaan untuk Job Enrichment :
a.       Menggabungkan beberapa pekerjaan menjadi satu.
1)   Menjadi lebih besar
2)   Lebih bervariasi
3)   Kecakapan lebih luas
b.      Memberikan modul kerja untuk setiap pekerja.
c.       Memberikan kesempatan pada setiap pekerja untuk dapat bertanggung jawab.
Kesempatan mengatur prosedur kerja sendiri
d.      Memberikan kesempatan pekerja menghubungi kliennya sendiri secara langsung.
Orang – orang yang berhubungan dengan pelaksanaan kerjanya.
e.       Menciptakan sarana – sarana umpan balik.
Pekerja dapat memonitor koreksi diri.
3.      Pertimbangan-Pertimbangan dalam Job Enrichment :
a.       Jika pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi secara intrinsik pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan meningkat.
b.      Absensi – absensi dan perpindahan kerja akan berkurang.
c.       Dimensi inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja ( Hackman dan Oldham ), yaitu:
1)                   Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
2)      Jati diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
3)      Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan).
4)      Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
5)      Umpan balik (feed back)
Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagianbagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barangbarang yang dijual, pelayanan, dll. Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.




DAFTAR PUSTAKA
Meiyanto, S., & Sungkit, F, N. (2015). Pengaruh Job Enrichment terhadap Employee Enggagement melalui Psychologycal Meaningfulness sebagai mediator. Gadjah Mada Journal of Psychology. Vol 1. (01). 61-73.
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Siagian, P & Sondang.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-teori-motivasi/

http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy

Friday, November 6, 2015

Tugas Softskill ke 2 Kekuasaan dan Leadership

Posted by Unknown at 7:42 PM 0 comments
        1.      Kekuasaan
A.    Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (power)
Pemimpin hanya dapat melakukan fungsi kepemimpinannya apabila memiliki suatu daya tertentu, yaitu power. Dalam hal ini power berarti daya, atau dalam teori kepemimpinan power adalah sebagai berikut “kekuasaan”.
Pengertian kekuasaan menurut para ahli yang mendefinisikan pengertian kekuasaan (power) antara lain sebagai berikut :
1)      R. Beirstedt: power as the ability to employ force
(Daya merupakan kemampuan untuk menggunakan kekuatan)
2)      M.f Rogers : power as the potential for influence
(Daya merupakan kesanggupan untuk mempengaruhi)
3)      Amitai Etzioni : power is ability to induct or influence behavior
(Daya adalah kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi perilaku)
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dikemukakan pengertian kekuasaan (power) sebagai berikut :
1)      Kekuasaan adalah kapasitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain kearah pencapaian tujuan.
2)      Kekuasaan adalah otoritas atau kekuatan untuk mempengaruhi perilaku individu atau kelompok dan sumber daya untuk mencapai tujuan.

B.     Jelaskan sumber-sumber kekuasaan menurut French & Raven
Teori yang dikemukakan oleh French dan Raven menyatakan bahwa  kepemimpinan bersumber pada kekuasaan dalam kelompok atau organisasi. Adapun sumber kekuasaan yang terdiri dari tiga macam, yaitu kedudukan, kepribadian, dan politik.


1.      Kekuasaan yang bersumber pada kedudukan
Kekuasaan yang bersumber pada kedudukan terbagi lagi ke dalam beberapa jenis, yaitu :
a.       Kekuasaan formal atau legal
Termasuk alam jenis ini adalah komandan tentara, kepala dinas, presiden atau perdana menteri, dan sebagainya mendapa kekuasaan karena ditunjuk atau diperkuat dengan peraturan atau perundangan yang resmi.
b.      Kendali atas sumber dan ganjaran
Majikan yang menggaji karyawannya, pemilik sawah yang mengupah buruhnya, kepala suku atau kantor yang dapat memberikan ganjaran kepada anggota atau bawahan, memimpin berdasarkan kekuasaan jenis ini.
c.       Kendali atas hukuman
Ganjaran biasanya terkait hukuman. Kepemimpinan yang sumbernya hanya kendali atas hukuman merupakan kepemimpinan didasarkan rasa takut. Contoh, preman-preman yang memungut pajak dari pemilik-pemilik toko.
d.      Kendali atas informasi
Orang yang menguasai informasi dapat menjadi pemimpin. Contohnya, ulama menjadi pemimpin dalam agama, ilmuwan menjadi pemimpin dalam ilmu pengetahuan.
e.       Kendali ekologik
Sumber kekuasaan ini dinamakan juga perekayasaan situasi. Contohnya kendali atas penempatan jabatan, seorang atasan kepala bagian personalia mempunyai kekuasaan atas bawahannya dengan menentukan posisi anggota-anggotanya.
2.      Kekuasaan yang bersumber pada kepribadian
Kepemimipinan yang bersumber pada kekuasaan karena kepribadian berawal dari sifat-sifat pribadi, yaitu :

a.       Keahlian atau keterampilan
Misalnya, dalam sholat berjamaah dalam agama islam yang dijadikan pemimpin sholat atau imam adalah yang paling fasih membaca ayat Al-Quran
b.      Persahabatan dan Kesetiaan
Sifat dalam bergaul, setia kawan atau setia pada kelompok merupakan sumber kekuasaan sehingga seseorang dianggap sebagai pemimpin.
c.       Karisma
Ciri kepribadian yang menyebabkan timbulnya kewibawaan pribadi dari pemimpin merupakan salah satu sumber kekuasaan dalam proses kepemimpinan.
3.      Kekuasaan yang bersumber pada politik
Kekuasaan yang bersumber pada politik yang terdiri dari :
a.       Kendali atau proses pembuatan keputusan
Contoh hakim memimpin siding keadilan karena ia mempunyai kendali atas jalannya sidang dan keputasan atau vonis yang akan dijatuhkan.
b.      Koalisi
Kepemimpinan atas dasar sumber kekuasaan politik ditentukan atas hak atau wewenang untuk membuat kerjasama dengan kelompok lain.
c.       Partisipasi
Pemimpin mengatur partisipasi dan dalam bentuk apa anggotanya berpartisipasi.
d.      Institusionalisasi
Contohnya pemimpin agama menikahi pasangan suami istri menentukan terbentuknya keluarga baru dan notaris atau hakim menetapkan berdirinya yayasan atau perusahaan baru.  


           2.      Leadership
A.    Definisi Leadership
Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang yaitu pemimpin  untuk mempengaruhi orang lain yaitu yang di pimpin atau pengikut-pengikutnya sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Menurut Hemhiel and Coons (dalam FIP-UPI, 2007) kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang akan di capai bersama (shared goal).

B.     Jelaskan teori-teori kepemimpinan Partisipatif, terdiri dari :
1.      Teori x dan teori y dari Douglas Mc. Gregor
Pada tahun 1960, Douglas MC Gregor mengidentifikasikan dua sudut pandang tentang manajemen, yang dianut dalam tingkatan manajemen. Dua sudut pandang itu, disebut dengan Teori X dan juga Teori Y. Orang dari tipe X adalah orang yang malas, yang harus dipaksa untuk bekerja, yang tidak mau dibebani tanggung jawab. Sebaliknya orang dengan tipe Y adalah orang yang suka bekerja dan senang mendapat tanggung jawab. Orang tipe Y adalah orang yang memiliki motivasi kerja proaktif, sedangkan orang dari tipe X adalah orang yang memiliki motivasi kerja yang reaktif.

2.      Teori sistem 4 dari Rensis Likert
Teori Empat Sistem (bahasa Inggris : Four Systems Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
Rensis Linkert dari Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
a.       Sistem pertama
Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
b.      Sistem Kedua
Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan.
c.       Sistem Ketiga
Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan.
d.      Sistem Keempat
Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan.

3.      Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannebaum & Schmidt.
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.
Menurut teori continuum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
a.            Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
b.            Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
c.             Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
d.            Pemimpin memberikan keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
e.             Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
f.             Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
g.            Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).
 Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik  tolak dari dua pandangan dasar:
1)      Berorientasi kepada pemimpin.
2)      Berorientasi kepada bawahan.

C.    Menjelaskan teori Kepemimpinan dari konsep modern chace Approach to Participation yang memuat konsep Decision Tree For Leadership dari tokoh Vroom & Yetton
Konsep Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
a.       AI (Autocratic)
Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.
b.      AII (Autocratic)
Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral.
c.       CI (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
d.      CII (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
e.       GII (Group Decision)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality(Vroom & Yetton, 1973).
a.          Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
b.         Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
c.          Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
d.          Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
e.          Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
f.          Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
g.         Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.

D.    Menjelaskan teori Kepemimpinan dari konsep :
Contingency Theory Of Leadership dari Fiedler
Menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) . Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73). Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
                                                            1.      Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
                                                            2.      Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a)      Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
b)      Struktur tugas (task structure)
c)      Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)

E.     Menjelaskan teori kepemimpinan dari konsep path goal theory
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang pemimpin meliputi:
1.      Direktif
mengarahkan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya, menjadwalkan pekerjaan, mempertahankan standar kinerja, dan memperjelas peranan pemimpin dalam kelompok.
2.      Suportif
melakukan berbagai usaha agar pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, memperlakukan pengikut dengan adil, bersahabat, dan mudah bergaul serta memperhatikan kesejahteraan bawahannya.
3.      Partisipatif
melibatkan bawahan, meminta saran bawahan dan menggunakannya dalam proses pengambilan keputusan.
4.      Berorientasi pencapaian
menentukan tujuan-tujuan yang menantang, mengharap kinerja yang tinggi, menekankan pentingnya kinerja yang berkelanjutan, optimistik dan memenuhi standar-standar yang tinggi.
tiga sikap bawahan meliputi :
a)      kepuasan kerja,
b)      penerimaan terhadap pimpinan
c)      harapan mengenai hubungan antara usaha, kinerja, dan imbalan.
Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.



Sumber :
Soekarno, & Putong I.(2015). Kepemimpinan Kajian Teori dan Praktis.
Sarwono, S, W.(2005). PsikoloSosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
Hand Book FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung : Imperial Bhakti Utama